Laman

Selasa, Juli 13, 2010

IRIGASIKU MATA PENGHASILANKU

Memang sangat diharapkan sebuah usaha agribisnis (pertanian) menghasilkan produk yang baik dan daya saing jual di pasaran lebih tinggi, Semua itu tak lepas dari suatu usaha yang sangat keras. Bagi Desa Klagen,Dusun Kejiwan Momok menakutkan bagi petani sulitnya mendapatkan persediaan air.Bagaimana tidak, acap kali panen gagal lantaran air sulit didapat. Padahal, topografi Desa Klagen Dusun Kejiwan disokong oleh keberadaan sungai terbesar di Jawa, Bengawan Solo, tetapi karena tak ada saluran irigasi, mereka hanya berharap pada hujan.
Selama ini masih ada yang bertahan dan mendapat kan air dengan menggunakan sumur Pantek,dengan membut sendiri-sendiri tapi harganya mahal, Pembuatan sumur pantek paling sedikit membutuh kan dana sebesar Rp3.000.000-Rp4.000.000. Terdiri atas biaya bor sekitar Rp500.000, pipa Rp400.000, dan mesin diesel seharga Rp2.000.000, serta upah kerja. Kalau sudah itu untuk menjalankannya masih perlu biaya solar lagi, Semua itu dirasa warga setempat sangat mahal.sebab itu di bentuk suatu irigasi Glontoran Bengawan Solo, Untuk membantu Warga Desa Klagen,Dusun Kejiwan mendapatkan pasokan air irigasi.Semua itu tak lepas dari dukungan Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi ( P4MI), dengan organisani warga setempat, Komite Investasi Desa ( KID) dan para tokok-tokok petani yang berpengalaman di desa tersebut.

Irigasi Glontoran
Setelah mencapai mufakat, masyarakat memilih membangun irigasi glontoran. Karena sumber air terbesar ada di Sungai Bengawan Solo,tersebut dekat sama lokasi setempat. Jadi, air Benga wan Solo kami sedot dengan disel. Lalu melalui talang alirkan ke sawah petani. Untuk membangun iri gasi glontoran tersebut, Desa Klagen memperoleh kucurandana dari P4MI sebe sar Rp231.100.000 (82,0%) yang ber asal dari pinjaman lunak Asian Depelop ment Bank(ADB), dan masyarakat sendiri menyediakan dana swadaya sebesar Rp165.600.000, sehingga total biaya Rp396.700.000. Penduduk bergotong-royong membangun irigasi glontoran dan menghibahkan tanah sepan jang 250 m. Untuk memper luas capaian irigasi, warga menyambungnya dengan pipa dipendam ditanah, sehingga cakupan air men ca pai 800 m. Hasilnya,sangat memuaskan Petani yang biasa mengan dalkan air hujan dan sumur pantek, semua mendapat pasokan air secara kontinu. Lebih dari 40 petani atau 32 hektar lahan, terimbas positif keberadaan irigasi glontoran tersebut. “Dengan adanya saluran irigasi ini, produksi bisa stabil. Kalau musim kemarau, tidak takut lagi kekurangan air. Dulu, kami sering kali gagal panen karena kurang Air.

Seper tujuh dan Ulu - Ulu
Meski dalam norma adat masyara kat Blora tabu menjual beli kan air, namun demi menjaga kelestarian irigasi, petani diwajibkan membayar iuran irigasi. Bagi mere ka yang mendapat air dari irigasi tersebut, diharuskan membayar iuran. Besarnya hanya satu per tujuh dari hasil panen. Jika panenan petani perhektar mendapat 7ton, maka 0,8-1 ton dise tor kan kekas KID dalam ben tuk uang. Nilai tersebut, menurut pengakuan Warga setempat, lebih ringan diban dingkan aturan desa tetangga. Rata-rata mereka menyetorkan seper lima dari hasil panen untuk bayar air irigasi.
Dana tersebut, Digunakan untuk biaya pemeliharaan yang dilakukan setiap musim kemarau. Biasanya warga setempat bergotong-royong membersihkan saluran irigasi pada musim kemarau. Itu juga kan perlu dana,biasa nya bias habis lebih dari Rp1.000.000. Selain itu juga digunakan untuk keperluan lain seperti gaji ulu-ulu.

Faedah terbangunnya irigasi glontoran juga dirasakan penjaga air alias ulu-u lu. Dengan tugas yang tidak ringan, yaitu mengatur aliran air, akhirnya mereka mendapat penghasilan lumayan per panen.KID Klagen membayar dua petugas ulu-ulu. Dengan gaji Rp1.000.000 per orang. Dulu sebelum irigasi ada, kami tidak membutuhkan ulu-ulu. Sekarang kami membutuhkan penjaga air, jadi saat air kering mereka harus membuka kran air. Irigasi ini dapat menyerap tenaga kerja tambahan bagi warga setempat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar